Barangkali salah satu pokok bahasan yang tidak habis-habisnya
dalam implementasi Peraturan Presiden
Nomor 70 Tahun 2012 adalah bagaimana posisi PPK dan PPTK dalam pengadaan
barang dan jasa pemerintah. Di satu sisi PPTK cenderung lebih senior karena
melekat pada jabatan structural (pejabat) namun tidak dilibatkan dalam
organisasi pengadaan, di sisi lain PPK sebagai penanggung jawab kegiatan bisa
saja merupakan anak buah PPTK terkait. So, sungkan-sungkanan pasti ada. Namun
demikian aturan tetap aturan, kalau sudah terjerat hukum, rasa sungkan ini
pasti hilang dengan sendirinya.
Pada penjelasan saya kali ini saya tidak memposisikan sebagai
guru atau ahli pengadaan, saya hanya bermaksud sharing terkait polemik tentang
ini yang saya usaha pahami. Kritik dan saran tetap diapresiasi.
Baiklah sebelum membahas peran PPK dan PPTK dalam sebuah
pengadaan barang dan jasa, ada baiknya kita ketahui tata urutan
perundang-undangan yang berlaku di negara kita.
Asas hukum di negara kita, seperti yang telah disampaikan Bpk.
Doizen Simamora, Widya Iswara Badan Diklat Kemendagri:
- Lex posterior derogat legi priori
Artinya:
Hukum yg terbaru mengesampingkan hkm yang lama
- Lex specialis derogat legi generali
Artinya:
Hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang umum
- Iedereen wordt geacht de wette kennen
Artinya:
Setiap orang dianggap mengetahui hukum sejak suatu peraturan perundang-undangan
sudah dinyatakan berlaku/diundangkan
Selain itu kita juga perlu tahu Tata Urutan Perundang-undangan yang berlaku di negara kita bahwa hukum dengan urutan lebih rendah harus mengikuti dan tidak bertentangan dengan hukum pada urutan urutan yang lebih tinggi, khusus dalam pokok yang kita bahas peraturan menteri harus taat pada peraturan presiden dan perpres ini harus taat pada peraturan pemerintah. Atau dengan kata lain, peraturan di bawah merupakan penjelasan/penjabaran dari aturan di atasnya. Persoalan yang kemudian muncul adalah:
1) Istilah PPTK diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun
2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.pasal 1 ayat 16 yang berbunyi:
“Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada
unit kerja SKPD
yang melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari
suatu program sesuai dengan bidang tugasnya”
Nah, mengingat kriteria PPTK
ini sudah diatur dalam suatu peraturan pemerintah, logikanya Peraturan Presiden
merupakan produk yang harusnya taat pada ketentuan ini.
Bunyi pasal di atas dapat saya terjemahkan sebagai berikut:
Seharusnya Pengguna
Anggaran (PA) -lah yang diserahi tugas dan bertanggung jawab untuk melaksanakan teknis
seluruh kegiatan di SKPD. Namun demikian, mengingat beban kerja dan tanggung
jawabnya yang besar sebagai kepala SKPD, Pengguna Anggaran tersebut DAPAT melimpahkan seluruh/sebagian
kewenangannya terkait pelaksanaan teknis kegiatan kepada pejabat struktural di bawahnya (logikanya eselon tertinggi).
Dengan demikian
menurut saya tidak benar jika PPTK dijabat oleh seorang staf, walaupun
dalam sebuah pasal di Permendagri memperbolehkan hal tersebut. Ingat, dalam tata
urutan perundang-undangan mensyaratkan bahwa aturan di bawah tidak boleh
bertentangan dengan aturan di atasnya. Seorang staf baru diperbolehkan untuk
menduduki jabatan sebagai PPTK dalam suatu kondisi mendesak dimana tidak ada
orang lagi yang dianggap layak, sementara roda organisasi harus tetap berjalan.
2) Istilah PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
muncul dalam pertama kali Peraturan Presiden No. 5 tahun 2010 dan kemudian
perubahannya pada Perpres 70 tahun 2012, sedangkan klausul posisi PPTK tersirat
“hanya” sebagai tim pendukung sebagaimana tertera pada pasal 7 ayat (3) sebagai
berikut:
“PPK dapat dibantu oleh tim
pendukung yang diperlukan untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa”
Penjelasan pada lampiran
·
Tim
pendukung adalah tim yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
·
Tim
pendukung antara lain terdiri atas Direksi Lapangan, konsultan pengawas, tim
Pelaksana Swakelola, dan lain-lain.
·
PPK
dapat meminta kepada PA untuk menugaskan Pejabat
Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) dalam rangka membantu tugas PPK.
Ketentuan lain perpres tentang tim pendukung tercantum pada
pasal 11 ayat (2):
Selain tugas
pokok
dan kewenangan
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dalam hal diperlukan,
PPK dapat mengusulkan kepada
PA/KPA:
(c) menetapkan tim pendukung;
Penjelasan pada lampiran (pasal 11 Ayat (2)
Huruf b):
“Tugas
pokok dan kewenangan serta persyaratan tim pendukung ditetapkan oleh PPK”
3) Ketentuan tambahan yang menjelaskan bahwa PPTK tidak ada sangkut-pautnya dengan
pengadaan barang dan jasa sesuai dengan aturan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 pada:
1.
Pasal 1 ayat (7):
“Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan pengadaan barang dan jasa”
2. Pasal 12 ayat (1)
“PPK merupakan
Pejabat yang ditetapkan
oleh PA/KPA untuk melaksanakan
Pengadaan Barang/Jasa”
Dari beberapa pasal di atas sepertinya terdapat
sesuatu yang kontradiktif sebagai berikut:
·
Di satu sisi PPTK sudah mempunyai tupoksi sesuai
dengan amanat PP, namun di sisi lain pada perpres malah “hanya” menjadi tim
pendukung.
Bagaimana
mungkin PPK mengatur tugas pokok dan kewenangan PPTK padahal pengadaan barang
dan jasa merupakan bagian dari pelaksanaan kegiatan?
·
Dari
blog ahli pengadaan sebelah terdapat pernyataan sebagai berikut:
“PPTK bersifat administratif. PPK bersifat
teknis operasional. PPTK bertanggungjawab terhadap kegiatan. PPK
bertanggungjawab terhadap paket pekerjaan. PPTK bertanggungjawab atas
administrasi pembayaran dan PPK bertanggungjawab atas perolehan barang/jasa.
Jelas tidak ada yang harus dipertentangkan”
Apakah
benar PPTK yang notabene seorang pejabat, mempunyai pengalaman, keahlian
teknis, dan keterampilan tertentu kemudian “dikerdilkan” dengan hanya mengurus
pembayaran?
Jawaban dari hal
ini menurut saya sebenarnya sederhana. Pada prakteknya kita harus mengakui
bahwa selain PPTK melaksanakan fungsi administrasi sesuai dengan tupoksinya,
namun dia juga mempunyai kemampuan/keterampilan/keahlian teknis tambahan,
apalagi dulu sebelum terbitnya Perpres dia terbiasa menjalankan fungsi
ke-PPK-an/pimpro.
Seiring dengan
lahirnya ketentuan baru terkait dengan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa,
sesuai dengan amanat Perpres 70 Tahun 2012 pasal 1 ayat (7) dan pasal 12 ayat
(1), yang seolah “mengkudeta” kekuasaan PPTK, maka mau tidak mau karena ini
amanat perundang-undangan, PPTK harus legowo lengser ke prabon digantikan oleh
PPK dengan organisasi pengadaannya yang menurut saya agar dapat memaksimalkan
Sistem Pengendalian Internal (SPM) sehingga kecurngan dapat diminimalisir.
Namun sangatlah bijaksana menurut saya, bahwa perpres ternyata tidak langsung “memetieskan”
keahlian dan keterampilan teknis PPTK sehingga ia masih dimungkinkan berperan
dalam proses pengadaan barang dan jasa.
Kondisi
pemberdayaan ini juga terlihat saat PPTK yang juga berfungsi sebagai “Panitia
Pelaksana Teknis Kegiatan”, yang mana PPTK dapat inklud menjadi anggota panitia
pada kegiatan yang ditanganinya yang tentu saja ini ada honornya. Bukankah
honor ini sebenarnya dicari PPTK? He he…
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bukanlah
tupoksi PPTK terkait administrasi yang diminta bantuan oleh PPK agar menjadi
tim pendukung, melainkan potensi tambahanlah berupa
keahlian/keterampilan/pengalaman yang dimiliki PPTK terkait. Untuk
melaksanakan tujuan ini secara procedural, PPK harus meminta kepada pengguna
anggaran agar menugaskan PPTK atas nama tertentu untuk membantu tugasnya dengan
Tugas
pokok dan kewenangan serta persyaratan yang telah ditetapkan.
Secara normatif ini dibuktikan dengan surat permintaan kepada pengguna anggaran
yang dilampiri dengan surat ketetapan PPK yang berisi tugas pokok, kewenangan, dan persyaratan PPTK. Nah,
agar PPTK sebagai tim pendukung ini bisa mendapatkan honor, tentu harus
dianggarkan dalam DPA tahun berjalan dong.
Demikian sekelumit dari interpretasi saya.