Pejabat Pengawas Urusan Pemerintahan Daerah
(selanjutnya disebut P2UPD) merupakan organisasi jabatan fungsional pemeriksa
daerah (kabupaten/kota/propinsi) yang bernaung di bawah Kementerian Dalam
Negeri RI. Organisasi profesi P2UPD yang terbentuk sudah banyak tersebar di facebook, BBM, Whats App, dan lain-lain, antara lain Komisi Pengawas Pemerintahan Indonesia (KP2I) yang mana saya turut menjadi anggota.
Jabatan Fungsional P2UPD dapat diperoleh
melalui 3 cara:
1. Inpassing
2. Pembentukan
3. Pelimpahan dari jabatan fungsional lain
Pada awal pembentukannya, JFP2UPD di
Inspektorat Kabupaten/Kota/Propinsi dibentuk melalui jalur inpassing pertama kali dengan
Angka Kreditnya ditetapkan pada tanggal 22 Oktober 2012. PNS yang diinpassing
bisa dari berbagai macam background pendidikan dan keahlian, dengan syarat
utama telah minimal melakukan pemeriksaan selama 2 tahun di unit
kerjanya.
JFP2UPD yang terbentuk, berdasarkan
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kemudian diberi
tugas untuk mengawal dan mengawasi 32 urusan pemerintahan yang
didesentralisasikan kepada daerah (konkuren), meliputi 6 urusan wajib dasar, 18
urusan wajib non dasar, dan 8 urusan pilihan, sebagai berikut:
(1) Urusan
Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
a) pendidikan;
b) kesehatan;
c) pekerjaan
umum dan penataan ruang;
d) perumahan
rakyat dan kawasan permukiman;
e) ketenteraman,
ketertiban umum, dan pelindunganmasyarakat; dan
f) sosial.
(2) Urusan
Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar meliputi:
a. tenaga
kerja;
b. pemberdayaan
perempuan dan pelindungan anak;
c. pangan;
d. pertanahan;
e. lingkungan
hidup;
f. administrasi
kependudukan dan pencatatan sipil;
g. pemberdayaan
masyarakat dan Desa;
h. pengendalian
penduduk dan keluarga berencana;
i. perhubungan;
j. komunikasi
dan informatika;
k. koperasi,
usaha kecil, dan menengah;
l.
penanaman modal;
m. kepemudaan
dan olah raga;
n. statistik;
o. persandian;
p. kebudayaan;
q. perpustakaan;
dan
r. kearsipan.
(3) Urusan
Pemerintahan Pilihan meliputi:
a. kelautan
dan perikanan;
b. pariwisata;
c. pertanian;
d. kehutanan;
e. energi
dan sumber daya mineral;
f. perdagangan;
g. perindustrian;
dan
h. transmigrasi.
Dengan
demikian perlu ditegaskan kembali bahwa P2UPD mempunyai kebijakan pengawasan
agar pemerintah daerah harus mematuhi ketentuan yang telah diamanatkan undang-undang
tentang pemerintahan daerah di atas sekaligus memberikan teguran/saran apabila terdapat
kesalahan dalam pelaksanaannya. Termasuk jika terdapat SKPD melakukan kegiatan di luar amanat undang-undang di atas, tentu sudah menjadi tugas P2UPD melarang dan mencarikan solusi terbaik kepada pejabat berwenang.
P2UPD dituntut harus peka terhadap permasalahan menyangkut kewenangan daerah, misalnya antara lain anak terlantar, pengemis berkeliaran, orang sakit tidak mendapat pelayanan, anak usia sekolah main PS pada jam belajar, sampah berserakan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut di atas minimal harus dilaporkan kepada instansi berwenang untuk mendapatkan solusi sehingga keberadaan P2UPD menjadi lebih efektif.
Selain itu P2UPD dituntut agar mampu mengawal pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut di atas bahkan sejak perencanaan, sehingga dapat dimaklumi jika dalam Program Kerja Pemeriksaan (PKP) P2UPD seyogyanya disertakan evaluasi tentang perencanaan daerah, meliputi evaluasi RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, Renja, dan sejenisnya.
P2UPD dituntut harus peka terhadap permasalahan menyangkut kewenangan daerah, misalnya antara lain anak terlantar, pengemis berkeliaran, orang sakit tidak mendapat pelayanan, anak usia sekolah main PS pada jam belajar, sampah berserakan, dan lain-lain. Hal-hal tersebut di atas minimal harus dilaporkan kepada instansi berwenang untuk mendapatkan solusi sehingga keberadaan P2UPD menjadi lebih efektif.
Selain itu P2UPD dituntut agar mampu mengawal pelaksanaan urusan pemerintahan tersebut di atas bahkan sejak perencanaan, sehingga dapat dimaklumi jika dalam Program Kerja Pemeriksaan (PKP) P2UPD seyogyanya disertakan evaluasi tentang perencanaan daerah, meliputi evaluasi RPJMD, RKPD, Renstra SKPD, Renja, dan sejenisnya.
Terdapat
3 hal yang dapat kita cermati terkait adanya inpassing yang dilakukan
Kementerian Dalam Negeri:
1. Adanya itikat baik dari Kemendari RI untuk
kembali mengurus terhadap ujung tombaknya di daerah demi efektifnya pelaksanaan
pembangunan di lingkup kerjanya. Hal ini mengingat sejak awal pembentukannya
inspektorat/badan pengawas kabupaten/kota/propinsi terkesan ‘jarang diurus’,
sehingga kemudian dari kementerian lain berusaha mengambil alih peran APIP di
daerah. Bagaimanapun hal ini tidak akan berjalan optimal, mengingat Kemendagri
mempunyai organisasi sendiri dan merupakan poros pemerintahan yang langsung
bersinggungan dengan masyarakat bawah, sehingga tanpa koordinasi yang baik
dapat dipastikan akan timbul kekacauan dan saling menyalahkan.
2. Mengingat P2UPD memiliki tugas yang relatif
berat untuk mengawal, mengawasi, maupun memeriksa 32 urusan pemerintah yang konkuren,
seyogyanya juga dibuka peluang bagi ASN di luar inspektorat yang memiliki
minat, bakat, maupun kualifikasi dalam melakukan pemeriksaan beberapa urusan
pemerintahan. Seorang dengan kualifikasi apoteker tentu lebih mumpuni untuk
menangani permasalahan terkait obat-obatan daripada seorang Sarjana Teknik Sipil. Secara lebih nyata, saya sendiri sebagai sarjana listrik dan 'tukang solder', tentu akan lebih teliti dalam mendeteksi kecurangan pengadaan dalam bidang kelistrikan. Dalam scope yang lebih luas, hal ini sebaiknya juga dilakukan untuk
SKPD lain, dimana Baperjakat sering mengabaikan faktor instrinsik dari ASN dan
lebih mengedepankan faktor politis.
3. Terhadap beberapa personil struktural di
Inspektorat kabupaten/kota yang ‘ujug-ujug’ menjadi JFP2UPD melalui inpassing,
sebaiknya mulai diberi bimtek/diklat teknis fungsional untuk mendapat
spesialisasi P2UPD. Kemendagri sebagai induk organisasi sebaiknya menerbitkan
peraturan aturan main peningkatan spesialisasi P2UPD dengan lebih terbuka.
apalagi dengan telah disahkannya Undang-Undang ASN yang membuka peluang adanya
semangat lelang jabatan yang memungkinkan personil berprestasi menduduki
jabatan strategis.
Sekarang beralih ke topik lain tentang bagaimana cara membuat berkas DUPAK Angka Kredit P2UPD. Saya akan sharing pengalaman saat menjadi P2UPD di Inspektorat Kabupaten Jember. Untuk menyusun angka kredit dari butiran kegiatan dalam PKPT, tidak harus didasari atas temuan, mengingat kita harus melaksanakan apa yang tertuang pada PKP, yang terpenting adalah bahwa kita telah melaksanakan butiran kegiatan terkait tugas ke-P2UPD-an, dan bukan orientasi atas hasil temuan.
Dasar hukum pembuatan Angka Kredit mengacu
kepada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 15 Tahun
2009 tentang Jabatan fungsional pengawas penyelenggaraan urusan Pemerintahan dl daerah dan angka kreditnya, Di sana telah dijabarkan relatif
rinci terkait butiran kegiatan berikut nilai AK-nya yang dapat digunakan
sebagai bahan pengajuan Daftar Usul Pengajuan Angka Kredit (DUPAK), yang
merupakan rekap usulan total per periode dari semua butir kegiatan pengawasan, Bimtek,
PKS, mengajar, pemeriksaan rutin, pemeriksaan khusus, dan sebagainya.
Namun demikian, mengingat Permenpan di atas masih banyak kekurangan, terutama terkait P2UPD yang 'dilarang' memeriksa masalah keuangan, ada baiknya kita sabar menunggu terbitnya aturan yang baru yang akan benar-benar memfungsikan P2UPD secara penuh untuk mengawal pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah.
Namun demikian, mengingat Permenpan di atas masih banyak kekurangan, terutama terkait P2UPD yang 'dilarang' memeriksa masalah keuangan, ada baiknya kita sabar menunggu terbitnya aturan yang baru yang akan benar-benar memfungsikan P2UPD secara penuh untuk mengawal pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah.
Baiklan, untuk dapat secara efektif mengajukan
DUPAK, kita harus rajin dan cemungut mengumpulkan berkas pendukungnya sejak awal
melakukan pemeriksaan, terutama:
1. Surat Tugas dari Inspektur atau pihak lain
yang berwenang dalam lingkup tugas P2UPD,
2. Program Kerja Pemeriksaan (PKP) yang
ditandatangani oleh ketua tim dan pengawas tim, sebagai bukti jika kita memang berhak
mendapat angka kredit dari butiran kegiatan tersebut,
3. Kertas Kerja Pemeriksaan (KKP), sebagai
dokumentasi tertulis terkait pelaksanaan kegiatan sebagaimana tertuang dalam PKP,
4. Surat Pernyataan Melaksanakan Kegiatan (SPMK)
yang ditandatangani oleh Inspektur atau Sekretaris a.n. Inspektur, sebagai konfirmasi jika
kita memang telah benar-benar melaksanakan pemeriksaan legal dan telah berhak memperoleh angka kredit
tertentu dari hasil pemeriksaan dimaksud.
Hal-hal di atas harus kita kumpulkan dari
waktu ke waktu sejak kita melakukan pemeriksaan. Hal inilah yang terkadang
membuat kita bosan mengingat ini merupakan pekerjaan ekstra di luar materi
pemeriksaan yang kita lakukan.
Saran Penggunaan Database Mail Merge
Penggunaan
database, menurut saya, merupakan metode yang relatif cepat untuk membuat file
pendukung DUPAK berikut nilai total AK dari butiran kegiatan yang telah kita peroleh setiap melakukan
pemeriksaan. Pembuatan database sebenarnya ini mirip dengan apa yang pernah saya sampaikan pada
postingan terdahulu terkait pembuatan Surat Pertanggung-Jawaban (SPJ). Silakan
dipelajari kembali dan dimengerti pada postingan ini, karena saya tidak bisa lebih detil menjelaskan terlalu teknis pembuatannya, takut diprotes rekan-rekan KP2I, hehehe... Selamat mencoba.
Pemerhati P2UPD
Lukman Arif Wijaya, S.T.
Pengawas Pemerintahan Madya
Inspektorat Kabupaten Jember
Contoh File:
Pemerhati P2UPD
Lukman Arif Wijaya, S.T.
Pengawas Pemerintahan Madya
Inspektorat Kabupaten Jember
Contoh File: