07 Juli 2017

HPL pada Penerangan Jalan Umum



Pendahuluan
Pada postingan kali ini kepepet tanggal 7 bulan 7 tahun 2017 iseng ane akan membahas kembali tentang lampu LED yang saat marak digunakan kabupaten/kota saat ini, terutama setelah adanya proyek "morosmart" PJU yang diklaim mampu mengefisienkan total alokasi anggaran untuk PJU serta mempemudah dari sisi maintenance. Walaupun sempat ramai diberitakan di banyak lampu PJU "morosmart" yang tidak menyala berminggu-minggu, toh namanya teknologi baru memang harus ada kendala dulu sebagai pembelajaran. Selanjutnya ane juga akan menyampaikan sedikit ide tentang peredupan LED serta desain sederhana LED PJU, yang kalau tidak diikutin juga gapapa, hehehe.

Apakah kita menggunakan "morosmart" atau tidak, pada prinsipnya kebijakan peredupan LED PJU memang dinilai perlu digunakan mengingat biaya bulanan tagihan daya listrik sejak awal 2017 ini naik drastic (jangka pendek), sehingga diharapkan penerapan peredaman (dimming) mampu memberikan efisiensi nyata pada keuangan daerah. Karenanya selanjutnya juga akan dipaparkan secara umum contoh cara untuk membuat driver lengkap dengan PWM-nya untuk meredupkan  LED pada tegangan 220V. Yah, walaupun kalah jauh kecanggihannya, minimal biaya pengadaannya menang jauh (lebih murah), walaupun untuk jangka pendek, hehe.

Penyelimuran Efisensi HPL dengan Morosmart
Berikut ini sekedar mengingat kembali mengapa kita seharusnya menggunakan PJU HPL (sebagaimana diterapkan oleh Propinsi DKI Jakarta) dibandingkan penggunaan lampu jenis lain: 


1.     Dengan daya yang sama, mempunyai intensitas lumen yang lebih tinggi daripada lampu-lampu PJU konvensional, dalam hal ini DKI Jakarta mampu melakukan penghematan tagihan listrik sebesar Rp 128 miliar.
2.    Bahannya yang solid state membuatnya tahan lebih lama, tahan cuaca, dan goncangan. Ini memang anugerah dari awal to take for granted ditimbang lampu jenis lain.
3.    Peredupan akan relatif meningkatkan usia lampu LED. Hal ini disebabkan teraan spek HPL terkait usia pemakaian bekerja adalah pada beban pencahayaan normal, logika ane, jika penyalaan di bawah itu tentu relatif memperpanjang usia pemakaian HPL.
4.    Pada saat HPL  sudah mencapai usia pemakaian, misal 100.000 jam, ia tidak langsung padam seperti halnya lampu lainnya, melainkan secara eskalatif mengalami penurunan intensitas cahaya. Ini tentu akan memberi cukup waktu bagi petugas pemeliharaan PJU untuk secara berkala mengganti lampu yang ada tanpa terburu-buru.
5.    Rentang tegangan penyalaan LED lebih luas dibandingkan lampu jenis lain.



Yang menjadi sedikit 'penyelimuran' saat ini adalah penerapan morosmart sepertinya diklaim menjadi satu-satunya pahlawan sehingga terjadi efisiensi pembayaran tagihan listrik PJU besar-besararn. Padahal jika kita lihat spesifikasi lampu LED sebagaimana ane sebutin di atas, tanpa morosmart pun tetap akan terjadi efisiensi. Intinya, gunakanlah LED!

Semakin lama HPL semakin murah. Masih ingat berapa harga lampu LED rumahan pada saat pertama kali muncul? Skr lihatlah harganya, bahkan udah ada yg di bawah 5000 perak. Trus ongkos bahan, tenaga kerja, bea impor, keuntungan penjual dan pembeli berapa. Wah, I am at wit's end kalau mikir ini. Hahaha.
Ane menyarankan beberapa pemerintah daerah yang bukan kota besar jangan terlalu memaksakan dan tergiur untuk meniru morosmart sebagaimana telah diterapkan di beberapa jalan protokol kota besar. Pertimbangkan berapa investasi yangg harus dikeluarkan untuk membangun infrastruktur ini sehingga akhirnya bisa mengatakan ekonomis. Ane beranggapan beberapa pemerintah daerah masih belum saatnya untuk menerapkan ini, terlalu canggih dan mungkin terlalu mahal pengadaanya berikut infrastrukturnya. Sabarlah, beberapa saat lagi harga LED akan turun. 
Masih ingat berapa harga lampu LED rumahan pada saat pertama kali muncul? Sekarang lihatlah harganya, bahkan udah ada yg di bawah 5000 perak. Terus ongkos bahan, tenaga kerja, bea impor, keuntungan penjual dan pembeli berapa. Wah, I am at wit's end kalau mikir ini. Hahaha. 

 Peredupan atau Dimming
Dimming merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menurunkan supplai daya pada perangkat PJU yang berakibat turunnya intensitas lumen suatu lampu penerangan tersebut secara wajar. Dimming biasanya mulai diterapkan pada lampu jalan (PJU) pada jam lengang (pengguna jalan relatif sudah sangat jarang) yaitu antara jam 22.00-24.00 sampai pagi hari. Dimming dinilai perlu untuk dilaksanakan mengingat penerangan tersebut dinilai kurang efektif sebagaimana tujuan awal (pemberian penerangan).  Namun demikian, kebijakan terkait kapan tepatnya mulai melakukan peredupan PJU, mungkin berbeda antar daerah satu ke daerah lainnya. Semakin awal peredupan dilakukan, tentu semakin efisien.

Apakah peredaman hanya berlaku untuk lampu LED? Tidak juga, lampu jenis lain sebenarnya juga bisa, namun mengingat jenis lampu lain  biasanya relatif banyak mengeluarkan panas, efisiensi yang diciptakan tetap kalah jauh dengan lampu LED. Namun demikian, saat ini ane akan membatasi untuk tidak membicarakan efisiensi lampu selain HPL, karena pastinya jauh lebih mahal. Tentang seberapa besar perbandingan daya listrik dengan antara HPL dengan jenis lampu lain untuk lumen yang sama, bisa Agan-agan googling sendiri ya, biar bahasan tidak melebar.

Contoh Perhitungan Efisiensi Dimming
Berikut ini ane akan memberikan sedikit contoh gambaran secara teori tentang seberapa besar efisiensi peredupan yang dapat dilakukan, yang diukur relatif dengan pengukuran daya input yang masuk ke HPL (tagihan biaya).

Diketahui:
·         Harga listrik perkWH (tahun 2017) = Rp. 1.500,00
(harga di luar biaya abonemen, jika ada)
·         Jumlah titik lampu HPL PJU = 1000 unit
·         Lama nyala dalam sehari = 12 jam
·         Besar daya HPL = 100 watt (asumsi rata-rata)
·         Cos Ø = 1
Besar daya bulanan (30 hari):
W = P x t = 30 hari x 100 watt x 12 jam x 1000 unit
= 36.000 kWH
Dalam hal dilakukan dimming 50% mulai jam 24.00-06.00:
      = 0,75 x 36.000 kWH = 27.000 kWH
Biaya tagihan listrik normal:
      = 36.000 kWH x Rp. 1.500,00 = Rp. 54.000.000,00
Biaya tagihan listrik dimming:
      = 27.000 kWH x Rp. 1.500,00 = Rp. 40.500.000,00
Penghematan/1000 titik lampu = Rp. 13.500.000,00
Atau 25% dari total tagihan yang seharusnya dibayar

Uji Coba Dimming
Sebagai amatiran, terus terang ane tidak melakukan pengujian pada jalan terkait peredupan sampai 50% pada lampu LED, namun ane hanya mencontoh langkah yang telah diambil pemerintah DKI Jakarta yang konon telah melaksanakan peredupan dengan Smart Systemnya. Tentunya kebijakan peredupan yang sudah dilakukan oleh Pemprop DKI Jakarta sudah melalui rangkaian uji coba yang komplit dari berbagai aspek, kita tinggal ngikutin aja. Namun demikian mengingat karakteristik setipa daerah bisa jadi berbeda dengan DKI Jakarta, pemerintah daerah tetap boleh melakukan uji coba sendiri.

Pengadaan HPL dengan Biaya Minimal
Perlu diketahui pada saat ini kebanyakan kabupaten/kota masih menggunakan lampu konvensional (halogen, HPS, Son-T, dll) dengan kap panelnya yang mahal. Untuk menghemat biaya pengadaan, jika memang dikehendaki untuk beralih ke penggunaan LED PJU, kap tersebut berikut timer janganlah dibuang sia-sia. Bayangkan betapa muspronya pengadaan jika kita harus mengganti setiap panel asesoris lampu lama yang mahal yang barangkali saat ini masih baik kondisinya (bahkan mungkin masih masa garansi) dengan panel HPL yang baru. Pertimbangan menggunakan kap model lampu lama dengan lampu diganti HPL mungkin tidak sama antar daerah, namun jika tujuannya untuk efisiensi pengadaan dengan keuangan daerah yang masih seret, tentu ini bisa jadi pilhan. Apalagi jika infrastruktur penunjang untuk penerapan morosmart masih belum mencapai daerah-daerah terpencil.
Pula jangan lupa, sebelum memutuskan sesuatu yang beranggaran besar milik rakyat, walaupun saat ini dinilai canggih, tengoklah sedikit ke belakang. Betapa teknologi yang 3 tahun yang lalu terlihat canggih, sekarang tidak berharga lagi. Bahkan terkadang garansi PJU lama pengadaan sebelumnya masih berlaku ketika harus diganti dengan morosmart.  Eman-eman anggaran yang disia-siakan baik untuk pengadaan ataupun penghapusan aset PJU lama, walaupun hal ini dinilai relatif tentunya. Bukan mustahil morosmart yang saat ini sedang naik daun, 3 tahun lagi akan ada pengganti yang lebih canggih. Semoga bisa dicerna sendiri maksud ane, hehehe.

Konsep Pemberdayaan SDM
Efisiensi PJU HPL sebenarnya bisa dilakukan dengan tetap menggunakan komponen lampu lama, dengan dua jalan, yaitu melakukan pemesanan khusus kepada pabrikan atau industri atau opsi kedua dengan membuat sendiri rangkaiannya. Kalau ane pribadi sih cenderung memilih yang kedua, walaupun harus dilakukan secara bertahap melalui pemberdayaan SDM, karena menurut perkiraan ane, rangkaian untuk membuat rangkaian HPL tidaklah terlalu sulit untuk siswa SMK, apalagi saat ini modul HPL sudah dijual bebas. Tentu masih jauh lebih sulit pembuatan mobil Esemka Jokowi, heheh.
Sehubungan dengan hal di atas, menurut ane loh,  kabupaten/kota mau secara bijak dapat juga secara tidak langsung memberdayakan anak-anak SMK jurusan listrik/elektronika atau Poltek lainnya untuk melakukan perakitan rangkaian HPL. Penyedia barang dan jasa lokal yang ada di kabupaten kota tersebut dapat berperan aktif dalam pemberdayaan ini dengan melakukan pendekatan ke berbagai sekolah kejuruan, bukan hanya untuk pembuatan rangkaian HPL, namun juga pada produk teknis DIY lainnya. Pihak PPK dapat melakukan pengadaan dengan kontes atau sayembara kepada para penyedia barang dan jasa yang dianggap kompeten sebagaimana sudah diatur dalam Perpres 70/2012, tentu saja ketentuan lain yang menyertai harus juga dipatuhi.
Terdapat beberapa keuntungan jika kita memanfaatkan potensi daerah antara lain:
a)    Kabupaten/kota tidak melulu tergantung pada barang pabrikan luar,
b)   Merangsang pertumbuhan ekonomi daerah setempat,
c)    Memberdayakan dan mendorong anak didik untuk bisa berkontribusi nyata pada daerahnya,
d)   Mendukung pendidikan nasional, mengingat saat ini Presiden Jokowi  lebih mengedepankan sekolah kejuruan,
e)    Kalau ada kerusakan terutama pasca masa pemeliharaan, segera bisa ditanggulangi dengan biaya yang ekonomis.

Keraguan pada Produk DIY
Apakah ada jaminan buatan sendiri akan tahan lama? Pertanyaan ini mungkin akan terbersit pada benak masing-masing Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sebagai penanggung jawab pengadaan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Untuk menjawab hal ini tentunya PPK harus mempunyai tim teknis yang mampu menilai kualifikasi masing-masing penyedia, jika mereka dinilai sanggup secara profesional melakukan kerja sama dan koordinasi yang baik dengan pihak perakit untuk selalu menjaga mutu barang, tentu barang yang dihasilkan juga tidak akan kalah dengan pabrikan. Demikian juga bagi PPK seyogyanya jangan sampai tergiur dengan harga penawaran yang murah dari penyedia dengan mengabaikan spesifikasi teknis dan purna jualnya. Namun demikian, seyogyanya pemerintah juga harus memahami konsep pemberdayaan, awalnya mungkin tidak akan lepas dari kekurangan, namun tetap diharapkan dari pembelajaran pengalaman, dari waktu ke waktu pasti akan lebih profesional, baik dari sisi penyedia maupun perakit.

Contoh Pembuatan Driver HPL Buatan Sendiri
Dewasa ini mikrokontroller telah terbukti banyak mempermudah berbagai aspek kehidupan manusia modern, tidak terkecuali dalam lingkup pengaturan dimming PJU. Ingat, ruh proyek kita kali ini adalah meminimalkan biaya penggunaan lampu HPL PJU dengan jalan meneruskan asesoris pendukung lampu sebelumnya terutama kap lampu dan timer, sehingga tentu tidak secanggih morosmart.
Berikut ini 2 rekayasa rangkaian driver HPL PJU sederhana  tanpa trafo dengan fitur dimming rancangan ane sendiri yang bernama Moroirit PJU:
1.     Moroirit PJU dengan Delay Biasa
Sistem ini mempunyai investasi minimal dan memudahkan pemeliharaan dengan jalan meneruskan penggunaan timer penyalaan PJU lama (sebelumnya). Pada lampu PJU sebelumnya tentu telah dipasang timer untuk penyalaan/pemadaman lampu yang biasanya berkisar 12 jam. Penyalaan disetting dengan separuh waktu pertama untuk penyalaan normal, sedangkan separuh waktu sisanya untuk penyalaan redup. Rangkaian hanya menerapkan delay dan PWM pada mikrokontroller. Cara kerjanya adalah begitu timer listrik ‘on’ HPL menyala dengan intensitas cahaya normal, setelah delay mencapai batasnya (sekitar 6 jam dari penyalaan, tergantung settingan) barulah PWM diterapkan dan akan bekerja sampai timer PJU ‘off’ mematikan listrik HPL. Demikian seterusnya setiap hari.  
2.    Moroirit PJUdengan RTC
Penyalaan HPL model ini sebenarnya mirip dengan model pertama menggunakan timer lmpu lama, namun kali ini disertai tombol pengaturan waktu sebenarnya atau Real Time Clock (RTC) untuk pengaturan nyala redup.

Untuk lebih jelasnya lihatlah blok diagram sebagai berikut:



 Cara kerja:
1.     Mikrokontroller mengelola timer untuk 3 kondisi, yaitu OFF, ON, dan PWM dengan output berupa  Trigger Feeder sinyal rentang tegangan 0-5V sesuai dengan setting yang dikehendaki. Output ini kemudian disebar kepada beberapa lampu HPL dalam 1 blok PJU yang bisa terdiri dari 15-20 tiang panel HPL PJU. Dengan demikian hanya ada sebuah mikrokontroller dengan dengan timer dan PWM yang bertugas mengendalikan nyala HPL1, HPL2, HPL3 dst pada banyak tiang yang pada masing-masingnya telah mempunyai driver praktis.
2.    Sinyal trigger yang lemah kemudian melalui optocoupler diperkuat arusnya dengan transistor pasangan darlington frekuensi menengah sekitar 100-500 khz untuk menyuplai kebutuhan daya HPL PJU, dengan tegangan terminal DC sebesar max 380V, yaitu tegangan puncak sinusoidal 1 fasa pada tegangan AC 220V PLN.
3.    Pada saat output mikrokontroller bernilai high, Tr1 padam, optocoupler padam, namun karena ada resistor pullup, pasangan transistor darlington menyalakan HPL PJU. Demikian seterusnya.  
4.    Penggunaan zener bermaksud untuk mengurangi peak voltage yang mengarah pada basis pasangan darlington. Sedangkan semua transistor harus berjenis frekuensi menengah untuk penerapan PS switching.
Ingat, rangkaian di atas hanya bersifat guideline umum saja dan belum sempat ane praktekin dalam dunia nyata karena keterbatasan waktu dan dana, namun rencananya dalam waktu dekat aja insya Allah bisa.

DIY Smart System Tiruan
Mungkinkah Smart System ditiru menjadi versi DIY? Bisa saja, karena saat ini sudah jamannya dan telah didukung dengan bertebarannya situs-situs broker berbasis Internet of Things, misalnya thingspeak, MQTT, dan lain-lain. Broker ini siap memberi laporan dan perintah simultan baik berupa informasi digital maupun analog ke perangkat atau gadget online kita. Tentu saja pada daerah-daerah dimana PJU terpasang harus juga terpasang perangkat online, jika tidak perangkat PJU hanya bricked saja. 

Saran (boleh diabaikan):


1.     Salah satu kelemahan utama sistem IoT adalah bahwa kondisi penyalaan akan sepenuhnya tergantung server broker tersebut. Sekalian ane mau mengingatkan, bagi pemerintah daerah yang menggunakan morosmart, sebaiknya berpikir untuk mempunyai sendiri server database penyalaan, sebab kalau sampai server milik orang atau negara lain, berarti kita menyerahkan kedaulatan penyalaan lampu pada situs tersebut. 
2.    Morosmart mirip dengan apa yang ane praktekin pada postingan lalu berupa smartlamp dengan Esp8266 yang bisa mendeteksi sebuah lampu pada kondisi menyala atau tidak hanya dengan melihat layar. Seiring dengan perkembangan teknologi dan hukum pasar, ia bakalan turun harga dari waktu ke waktu relatif cepat, apalagi menurut ane lampu HPL merupakan lampu yang sangat jarang bisa rusak karena umur pakainya yang sampai 100 ribu jam. Berkaca pada sejarah sebelumnya, bahwa teknologi yang beberapa tahun sebelumnya terlihat sangat canggih, namun sekarang sudah biasa aja. Maksud ane sebaiknya pemerintah daerah perlu mempertimbangkan mateng jika harus menganggarkan terlalu besar untuk perubahan ke PJU HPL.
3.    Pemberdayaan  sumber daya manusia lokal untuk merakit HPL PJU sebaiknya mulai dipikirin untuk efisiensi pengalihan dari PJU lama ke PJU HPL, sebagaimana telah diuraikan di atas.
4.    Semakin banyak komponen dan perangkat yang digunakan dalam PJU HPL berimplikasi semakin komplitnya pemeliharaan, oleh  karenanya persiapan sumber daya dan infrastruktur untuk menyongsong era Internet of Things sebaiknya sejak dini dilaksanakan.
5.  Penerapan morosmart mungkin mempermudah dan 'mempermurah' biaya maintenance, dan ane sepakat bahwa kita memang harus mengikuti perkembangan teknologi yang tentu tidak boleh mengabaikan kemampuan daerah dong (kalau pusat pasti mampu).  Sementara ini ambil hikmah atas penggunaan lampu non morosmart, yaitu warga masyarakat masih peduli pada lingkungan dengan melaporkan matinya lampu PJU, Hehehe...


    Oke, sementara sekian dulu, sori kalau masih amburadul susunan katanya dan lupa memberi judul, demi tanggal 7 bulan 7 tahun 2017.